ZONASI TNLL

Dalam pengelolaannya, Taman Nasional Lore Lindu di bagi dalam beberapa zona. Mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, Taman Nasional yang terdiri dari Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan dan atau Zona lainnya. Zona lainnya tersebut dapat berupa Zona Perlindungan Bahari, Zona Tradisional, Zona Rehabilitasi, Zona Religi, Budaya dan Sejarah dan Zona Khusus

Zonasi Taman Nasional Lore Lindu merupakan upaya menata kawasan ke dalam zona pengelolaan sesuai peruntukannya dan pengendalian terhadap pemanfaatannya. Zonasi didasarkan hasil inventarisasi potensi kawasan, pertimbangan prioritas pengelolaan kawasan dan kondisi sosial ekonomi di sekitarnya. Pendekatan dalam penentuan zona menggabungkan Teknik Spasial, FGD (Focus Group Discuss) baik di tingkat internal pengelola, bersama stakeholder dan pembahasan tingkat pusat. Zonasi TN Lore Lindu mengalami perubahan / revisi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan dan dinamika yang terjadi di TN Lore Lindu dan sekitarnya. Perubahan Zonasi TN Lore Lindu yaitu:

  1. Tahun 2009, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam telah mengesahkan sistem Zonasi Taman Nasional Lore Lindu melalui SK Dirjen PHKA No.168/IV-KK/2009.
  2. Revisi zonasi Tahun 2014 melalui Dirjen KSDAE No. SK.105/IV-KKBHL/2015 tanggal 9 April 2015.
  3. Revisi Zonasi Tahun 2018 melalui SK Dirjen KSDAE No.456/SET/KSA.0/12/2018.
  4. Revisi Zonasi Tahun 2024 yang disahkan melalui SK Dirjen KSDAE Nomor 263 Tahun 2024.

Revisi Zonasi TN Lore Lindu yang dilaksanakan pada tahun 2017 – 2018 merupakan implikasi dari keluarnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 serta Peraturan Dirjen KSDAE nomor P.6/KSDAE/SETKum.1/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, untuk mengakomodir dinamika perubahan sosial dan ekonomi masyarakat. Saat ini telah banyak usulan dari masyarakat yang ada di desa penyangga untuk mendapatkan izin mengambil air bersih yang sumbernya dari dalam kawasan TN Lore Lindu dimana in take pada sebagian usulan tersebut berada di dalam Kawasan TN Lore Lindu. Selain itu kehadiran masyarakat lokal/tradisional di sekitar kawasan yang telah turun temurun mengambil manfaat dari kawasan TN Lore Lindu diakomodir melalui penyediaan zona tradisional yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial dan budaya serta menjamin legitimasi keberadaannya dalam jangka panjang.

Seiring dengan dinamika pengelolaan kawasan TN Lore Lindu dalam aspek ekologis, sosial, dan kebijakan, maka dilakukan evaluasi zonasi TN Lore Lindu pada tahun 2023. Evaluasi zonasi tersebut memberikan rekomendasi untuk melaksanakan revisi zonasi TN Lore Lindu pada tahun 2024. Rekomendasi untuk dilakukannya revisi zonasi didasarkan pada: (1) Terbitnya Keputusan Menteri LHK terkait penetapan Hutan Adat Suaka Katuwua To Lindu, Ngata Toro; dan Moa di Kawasan TNLL; (2) Adanya perubahan batas Kawasan TNLL berdasarkan Keputusan Menteri LHK Nomor SK.6624/MENLHKPKTL/KUH/PLA.2/10/2021 Tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Tengah Sampai dengan Tahun 2020; (3) Adanya rencana pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan, seperti peningkatan jalan, pembangunan tower telekomunikasi, sarana kelistrikan dll; (4) Adanya potensi jasa lingkungan yang akan dimanfaatkan, yang saat ini masih belum sesuai dengan peruntukan zona TNLL; serta (5) Adanya rencana kegiatan pemulihan ekosistem berupa pengendalian tanaman Invasive alien species. Sehingga pada tahun 2024 dilakukan revisi zona pengelolaan TN Lore Lindu yang disahkan pada 16 Desember 2024 melalui Keputusan Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor 263 Tahun 2024 tentang Zona Pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Dinamika perubahan Zona Pengelolaan TN Lore Lindu disajikan pada tabel di bawah:

Secara umum kegiatan revisi zona pengelolaan TN Lore Lindu Tahun 2024 bertujuan untuk mengakomodir ruang Kelola berupa:

  1. Adanya perubahan batas Kawasan TNLL berdasarkan Keputusan Menteri LHK Nomor SK.6624/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021 Tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Tengah Sampai dengan Tahun 2020.
  2. Terbitnya Keputusan Menteri LHK terkait penetapan 3 Hutan Adat di TNLL seluas 6.932 Ha.
  3. Rencana pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan, seperti peningkatan jalan, pembangunan tower telekomunikasi, sarana kelistrikan.
  4. Potensi jasa lingkungan yang akan dimanfaatkan.
  5. Rencana kegiatan pemulihan ekosistem berupa pengendalian tanaman Invasive alien species.
  6. Mengakomodir skema penyelesaian kegiatan terbangun di TN Lore Lindu berupa lahan perkebunan, pertanian dan sarana prasarana berdasarkan PERMENLHK No 14 TAHUN 2023 tentang Penyelesaian Usaha Dan/Atau Kegiatan Terbangun Di Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru
  7. Alokasi zona terbaru yaitu zona budaya untuk perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah megalit yang terdapat di TNLL.

Deskripsi Zona

Zona Inti

Zona inti adalah bagian Taman Nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan berupa mengurangi, menghilangkan fungsi dan menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas

Zona inti TNLL meliputi puncak-puncak gunung Lemolangga, Taba dan Saluaga di bagian utara di sekitar Lembah Palu, di bagian Palolo bagian barat meliputi puncak-puncak gunung Gumbasa, Katopi dan sebagian Kanawu. Bagian Palolo memanjang ke Selatan sampai lembah Napu dan Kulawi meliputi puncak-puncak gunung: Taba, Saluaga, Katopi, Gumbasa, Watubose, Towingkole, Rorema, Tamuela, Tokosa, Taweki, Lantawungu, Haloumanaseli, Bomba, Kinanau, Tunawu, Kalumea, Jara, Mungu, Rorekatimbu, Malindo, Halubeka,Potowonoa, Hampulo, Pili, Tokepangana, Moa, Hampulo, Malemo, Talutu, Bubulani, Molalawa, Wantua, Pointoa, Sepe, Betaua, Pawuli, Engkeleo, Karia, Popotondoa dan Baleala.

Zona ini terdiri dari 7 bagian yang tersebar dari utara ke selatan dengan luas sekitar 111.784 Ha atau 52% dari luas TN Lore Lindu. Kegiatan – kegiatan yang dapat dilakukan dalam Zona Inti meliputi:

  1. Perlindungan dan pengamanan
  2. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya
  3. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan liar
  4. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
  5. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam
  6. Pemanfaatan sumberdaya genetic dan plasma nutfah untuk penunjang budidaya
  7. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas
  8. Penyimpanan dan atau penyerapan karbon

Zona Rimba

Zona rimba adalah bagian Taman Nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada Zona Inti dan Zona Pemanfaatan. Zona Rimba TNLL memiliki kondisi alam baik fisik dan biotanya masih asli, sebagian besar belum diganggu oleh manusia

Zona rimba merupakan zona yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) yang terbentang dari Utara ke Selatan meliputi wilayah puncak-puncak gunung utama seperti gunung Watubose, Saluaga, Taba, Towingkole, Towingrindi, Watukeu, Matantimali,

Watureo, Mangkuho, Topolo, Bobe, Padabangi, Banga, Malindo, Kaliako, Tutu Karue, Engkeleo, Popotondoa, Wantu, Wongkala, Atuloi, Maroro, Tanumundu, Tongoa dan Haluwahe dengan luas sekitar 61.913 ha atau 28,8% dari berasal dari pengelolaan ruang adat wana dan pangale.

Kegiatan – kegiatan yang dapat dilakukan dalam Zona Rimba meliputi:

  1. Perlindungan dan pengamanan
  2. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
  3. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar
  4. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
  5. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam
  6. Wisata alam terbatas
  7. Penyimpanan dan atau penyerapan karbon
  8. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya
  9. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas

Zona Pemanfaatan

Zona pemanfaatan TNLL adalah bagian dari Taman Nasional yang ditetapkan karena letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi lingkungan lainnya seperti pemanfaatan massa air, energi air, energi panas bumi dan energi angin. Secara keseluruhan zona pemanfaatan ini memiliki luas sekitar 7.781 ha atau 3,6% dari luas TNLL

Lokasi ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan wisata seperti sumber air panas di Kadidia, Telaga Tambing, jalan perlintasan tradisional dari Lelio ke Doda, jalan perlintasan tradisional dari Tuare ke Moa, air terjun di Desa Kolori dan sebagainya. Lokasi yang telah dimanfaatkan untuk keperluan pemanfaatan jasa lingkungan air berupa massa air, energi air yang terdapat di lokasi sekitar desa – desa Tuare, Lelio, Doda, Hanggira, Bariri, Baliura, Lempe, Torire, Katu, Talabosa, Wuasa, Watumaeta, Wanga dan Siliwanga. Sedangkan yang berpotensi untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air lokasinya terdapat di Desa Tuare dan Desa Pakuli

Kegiatan – kegiatan yang dapat dilakukan dalam Zona Pemanfaatan meliputi:

  1. Perlindungan dan pengamanan
  2. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam, hayati dengan ekosistemnya
  3. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar
  4. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
  5. Pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
  6. Penyimpanan dan atau penyerapan karbon
  7. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya
  8. Pengembangan potensi dan daya Tarik wisata alam
  9. Pengusahaan pariwisata alam dan pengusahaan kondisi lingkungan berupa penyimpanan dan atau penyerapan karbon, mass air, energi air, energi panas dan energi angin
  10. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas
  11. Pemulihan ekosistem

Zona Rehabilitasi

Zona rehabilitasi adalah bagian dari Taman Nasional yang karena kondisi alamnya telah mengalami kerusakan, ditetapkan sebagai areal untuk pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya

Zona ini terdapat di beberapa lokasi yang tersebar di sekitar batas dengan luas sekitar 11.417 ha atau 5,3% dari luas TNLL di samping beberapa kerusakan yang relatif kecil berupa spot – spot di sepanjang batas dengan desa-desa di sekitar wilayah konservasi ini. Zona ini memiliki ketinggian 300 – 900 mdpl.

Vegetasi zona rehabilitasi umumnya telah mengalami kerusakan akibat pemungutan hasil hutan, perburuan dan perubahan fungsi hutan menjadi pemukiman atau perkebunan. Tingkat kerusakan yang terjadi bervariasi sesuai dengan pola pemanfaatannya. Areal yang dirubah fungsinya menjadi pemukiman dan perkebunan mengalami kerusakan yang lebih parah dibandingka dengan pemanfaatan untuk pengambilan hasil hutan sesuai kebutuhan untuk kayu bakar atau bangunan rumah

Untuk lokasi Kolori, Dodolo dan Sedoa yang merupakan lokasi yang positif ditemukannya cacing schistosomiasis akan dilakukan eradikasi untuk menekan penyebaran penyakit ini melalui pemulihan ekosistem di sekitar lokasi positif schistosomiasis. Kegiatan yang dapat dilakukan pada Zona Rehabilitasi meliputi:

  1. Perlindungan dan pengamanan
  2. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
  3. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta Pendidikan
  4. Penyerapan dan penyimpanan jasa lingkungan karbon
  5. Pemanfaatan sumberdaya genetic dan plasma nutfah untuk penunjang budidaya pemulihan ekosistem
  6. Pelepasliaran dan atau reintroduksi satwa liar
  7. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas

Zona Tradisional

Zona Tradisional merupakan bagian dari Taman Nasional yang ditetapkan sebagai areal untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang secara turun temurun mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam. Kawasan TNLL memiliki sejarah yang cukup panjang sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Masyarakat adat yang tinggal di sekitar TNLL sudah melakukan berbagai aktivitas di dalam Kawasan TNLL untuk memenuhi beragam kebutuhannya yaitu pangan (budidaya tradisional), kayu bakar dan kayu pertukangan. Pemanfaatan Kawasan hutan oleh masyarakat adat dengan menerapkan kearifan lokal yang berlaku pada masing – masing komunitas adat

Zona ini terdapat di beberapa lokasi yang tersebar di sekitar batas dengan luas sekitar 13.384 ha atau 6,2% dari luas TNLL. Dalam penyesuaian ruang pengelolaan wilayah adat, Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu mengakomodir ruang Bondea, Pampa, Lambara dan Oma dalam zona tradisional bagi wilayah adat Lindu, Toro dan Marena. Kegiatan yang dapat dilakukan pada Zona Tradisional meliputi:

  1. Perlindungan dan pengamanan
  2. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
  3. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan liar
  4. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta Pendidikan
  5. Wisata alam terbatas
  6. Pemanfaatan sumberdaya genetic dan plasma nutfah serta penunjang budidaya
  7. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas
  8. Pemanfaatan potensi secara tradisional

Zona Khusus

Zona Khusus adalah bagian dari Taman Nasional yang ditetapkan sebagai areal untuk pemukiman kelompok masyarakat dan aktivitas kehidupannya dan atau bagi kepentingan pembangunan sarana telekomunikasi dan listrik, fasilitas transportasi dan lain-lain yang bersifat strategis. Luas zona khusus di TN Lore Lindu sekitar 1.728 ha atau 0,8% dari luas TN Lore Lindu.

Pada lokasi ini sudah terdapat fasilitas umum berupa jaringan listrik, jalan yang permanen dan beraspal serta dapat dilalui oleh berbagai jenis kendaraan yang dimanfaatkan sebagai aksesibilitas masyarakat Sulawesi Tengah pada umumnya yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi. Pada lokasi ini juga terdapat rencana pembangunan strategis yang tidak terelakkan antara lain:

  1. Rencana peningkatan jalan akses masyarakat Desa Doda ke Lelio
  2. Pembangunan Jalan Tuare – Gintu
  3. Rencana pembangunan PLTA oleh pihak swasta di Gumbasa
  4. Rencana pemasangan Menara telekomunikasi di Desa Sedoa
  5. Jalan – jalan existing dalam TNLL
  6. Pemanfaatan menara pengamatan cuaca eks STORMA dan Stasiun Global Atmosphere Watch di Desa Hanggira Kecamatan Lore Tengah

Zona Religi, Budaya dan Sejarah

Kawasan TN Lore Lindu dan sekitarnya memiliki peninggalan megalitikum yang cukup banyak di Lembah Bada, Napu, Behoa, dan Lindu. Keberadaan megalith ini diyakini memiliki relasi kultural dengan masyarakat di sekitarnya. Diperkirakan, tinggalan-tinggalan megalith ini telah ada sejak 2000an tahun SM. Oleh karena itu pada zona pengelolaan TNLL tahun 2025 dialokasikan 45 ha atau 0,02 % luas TNLL sebagai zona budaya di lokasi-lokasi yang ditemukan situs megalit. Zona budaya di TN Lore Lindu adalah kawasan khusus yang melindungi situs-situs megalit kuno di dalam taman nasional tersebut. Zona ini bertujuan untuk melestarikan warisan budaya berupa patung-patung batu besar, dolmen, dan struktur megalit lainnya, yang memiliki nilai sejarah dan arkeologi penting bagi masyarakat lokal dan studi ilmiah. Situs-situs megalit ini, yang tersebar di wilayah Lore Lindu, seperti Lembah Bada, Lembah Napu, dan Lembah Besoa, bukan hanya penting dari segi budaya, tetapi juga menarik perhatian wisatawan dan peneliti. Sebagai bagian dari upaya pelestarian, zona budaya ini ditetapkan untuk memastikan keberadaan dan keberlanjutan situs-situs tersebut terlindungi dari gangguan alami maupun aktivitas manusia yang merusak. Pengalokasian Zona Budaya ini juga merupakan bentuk dukungan program Negeri 1000 Megalit yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2023.

Kegiatan yang dilakukan di zona religi, budaya, dan sejarah meliputi:

  1. Perlindungan dan pengamanan
  2. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya
  3. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
  4. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam
  5. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budaya
  6. Penyelenggaraan upacara adat budaya dan/atau keagamaan
  7. Pemeliharaan situs religi, budaya, dan/atau sejarah
  8. Wisata alam terbatas
  9. Pemulihan ekosistem.

Hutan Adat

Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah Masyarakat Hukum Adat. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 menjadi momentum penting karena menyatakan bahwa hutan adat bukan bagian dari hutan negara. Pada tahun 2021 terdapat 3 penetapan Hutan Adat di TN Lore Lindu yaitu:

  1. Hutan Adat Marena (SK Menteri LHK No. SK.5679 /MENLHK-PSKL/ PKTHA/PSL.1 /9 /2021 Tentang Penetapan Hutan Adat Ngata Toro Kepada Masyarakat Hukum Adat To Kulawi Moma di Ngata Toro Seluas ± 1.747 Ha)
  2. Hutan Adat Suaka Katuvua To Lindu (SK Menteri LHK No. SK.5677 /MENLHKPSKL/PKTHA/PSL.1/9/2021 Tentang Penetapan Hutan Adat Suaka Katuwua To Lindo Kepada Masyarakat Hokum Adat To Lindo Seluas ± 6.473 ha)
  3. Hutan Adat Moa (SK Menteri LHK No. SK.5678/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1 /9 /2021 Tentang Penetapan Hutan Adat Moa Kepada Masyarakat Hukum Adat To Kulawi Uma Di Moa Seluas ± 1.484 ha). Penetapan hutan adat ini berada pada area APL, HPT dan TN Lore Lindu. Penetapan Hutan adan di TN Lore Lindu seluas 6932 ha. Aktivitas Masyarakat Hukum Adat selaku pengelola 3 (tiga) Hutan Adat tersebut telah diatur dalam SK Penetapan Hutan adat dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 9 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

 

× Hubungi Kami